Jumat, 21 Februari 2014

Jump.. Jump..

 asli.. ini saya re-blogg dengan sempurna dari ini (inasakamila's blog)


Pernah main gamesnya Pou yang kayak diatas ngga?
Iya, namanya sky jump.
Jadi si pou harus loncat-loncat dari satu batu pijakan ke batu pijakan yang lain sampai naik terus ke atas. Ada juga batu-batu yang ada koin emasnya. Jadi tergantung niatnya nih, mau dapetin score yang tinggi (dihitung dari ketinggian level si pou) atau mau ngumpulin koin emasnya aja.
Tapi harus hati-hati, karena kalau pou loncat dan miss dari batu pijakan, langsung game over deh.
Dan satu lagi, pou ngga boleh turun level, walaupun rasa-rasanya ada batu pijakan di bawahnya itu. Pokoknya kalau pou jatuh ya langsung mati.
Oh iya, nanti pas agak di atas, akan ada juga batu pijakan yang bentuknya awan, tapi awan ini pijakan yang bergerak, jadi pou harus segera loncat ke batu pijakan supaya ngga jatuh. Semakin ke atas, jarak antar satu pijakan dan pijakan lainnya semakin jauh, jadi harus semakin hati-hati. Lalu-lalu, setiap sekian puluh level, pemandangan nya juga akan berubah. Mulai dari pemangan di bawah tanah, terus naik ke permukaan tanah, terus naik ke langit.
Saya belum tahu nih, kalau pou semakin naik, ada apa lagi nantinya. Soalnya saya baru level cetek, hehe. Mungkin semakin tinggi nanti, akan ada jenis pijakan baru, akan menemui halangan baru, akan ada pemandangan baru, who knows?
Damdamdam.
Ya tiba-tiba aja gitu, mikir relevansinya games ini dengan kehidupan kita.
Kayak pou aja, ada yang goalnya ngumpulin koin emas sebanyak-banyaknya. Ada yang goalnya supaya terus bisa naik level. Untuk naik levelpun, ada yang pede untuk langsung mencari batu pijakan tinggi, ada yang bermain aman dengan mencari batu pijakan yang save. Itu pilihan.
Asal jangan diemmm aja di satu batu pijakan. Ngapain? You’ll not die, but what is the meaning of playing?
Dan semakin tinggi kita naik, kita akan disuguhkan dengan pemandangan yang baru, dan tentu dengan tantangan-tantangan baru yang lebih sulit.
Prinsipnya:
Terus aja loncat dari satu pijakan ke pijakan yang lain. Fokus pada batu pijakan yang akan kita ambil di atas.
Lupakan batu pijakan yang udah missed, toh kita ngga bisa turun lagi.
And when life getting harder, itu artinya level kita udah lebih tinggi.
Yah, dan semoga, ketika kita harus mati, kita mati pada level yang bisa kita banggain.

*******
 renungan yang cerdas dan dalem.
:')
 

Senin, 10 Februari 2014

Kodomo


My little girl, the most beautiful girl in my life. Dialah yang jadi alasan ku pacu semangat hidup dan menyimpan harapan.

Itu contoh. Kalimat mengharukan yang mungkin baru sepersekian juta dari kalimat-kalimat yang keluar dari lisan para orang tua.
Pastinya, baik saya atau siapapun tak asing dengan kalimat ini. Bahkan mungkin pernah mendengarnya langsung dari papa dan mama? Hehe..

Sebenernya, beberapa kali saya mendengar kalimat dengan inti yang sama. Tapi, karena saya sedang melow.. makanya pas dapet kalimat ini, saya tergugah untuk menulis.

Sebetulnya juga, 2 kali saya begitu merasa terguncang hati (?) tersebab mendengarnya. Pertama, dulu. Dulu sekali. Sewaktu saya masih muda, masih jaman-jamannya jadi remaja putri yang lucu, lugu dan imut-imut (?). Saya mendengar langsung dari seorang ibu. Beliau single parent. Punya anak satu. Korban perceraian, korban pernikahan sirih yang tidak bertanggungjawab. Semua harta ludes di habiskan oleh suaminya. Terlutang lantung bersama sang anak. Menginap disana sini bermodal belas kasih para tetangga. Tidak punya pekerjaan tetap. Bermodal pula dari kepercayaan para tetangga untuk meminta tenaganya. Tapi hey.. lihatlah. Saat ini, detik ini, beliau masih bertahan hidup bersama anaknya. Lihatlah, sang anak tumbuh besar, saat ini, dia kelas 2 SMA. Masih dengan kondisi yang tidak banyak berubah kecuali usia yang semakin bertambah angka dan kulit yang hari demi hari bertambah keriput. Masih single parent.

Tahukah apa rahasianya?
Anak. Yap.. dulu, para tetangga bersepakat untuk membawa anaknya jauh dari sang ibu. Dengan tujuan di carikan orang tua asuh yang memang lokasinya cukup membuat jarak tak bisa di elakkan di antara mereka berdua. Awalnya, semua berjalan baik-baik saja. Tidak lama, (kalau gak salah kurang dari 1 bulan), sang ibu tidak kuasa, dia memilih menemui sang anak, mencarinya, dan membawanya kembali ke dalam pelukannya.

Ah, betapa mengharukan.. saat ditanya atas pilihannya itu, beliau menjawab :”Apa yang bisa ku lakukan tanpa anakku?, dia yang membuatku tetap bertahan hidup setelah apa yang terjadi dalam kehidupanku. Aku bisa hidup, bisa bertahan menanggung beban, karena aku punya semangat. Dan anakku adalah semangatku”.
(ini modifikasi, tanpa mengurangi makna. Abisnya lupa redaksinya. Hehe)

Mau tissue?? *niiih sambil #usapingus

Kedua. Ya kalimat yang paling awal tadi.

Well. Betapa dahsyatnya pengaruh kehadiran anak dalam kehidupan manusia. Lihat saja. Saya cukup mengamati fenomena ini. Sepasang sejoli yang baru menikah, wajar jika mereka kasmaran. Saling memprioritaskan satu sama lain. Saling memberikan perhatian lewat apapun (maka apapun menjadi sarana ini : ya FB, Twitter, tumblr, blog, de el el) yang intinya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tengah kasmaran. -___-

Nah, setelahnya, setelah memiliki buah hati. Anak adalah hal yang prioritas dan istimewa. Para orang tua akan terlihat sibuk menambah keilmuwan tentang pendidikan anak. Apapun, demi anak. Untuk anak. Sang ayah rela banting tulang belulangnya demi anak. Sang ibu rela remuk redam tubuhnya demi melayani dan merawat buah hatinya. Ini tak hanya berjalan satu dua tahun saja. Melainkan sepanjang hayat yang mereka miliki. Lihatlah tabungan mereka, untuk siapa? Untuk sekolah anak. Lihatlah senyum gembira mereka, pada siapa? Pada setiap kelucuan tingkah polah, pada setiap perkembangan buah hatinya. Lihatlah air mata mereka, untuk siapa? Untuk setiap luka anaknya. Lihatlah, apapun yang tercipta pada wajah mereka. Rasa-rasanya semua itu mengikuti alunan ritme kehidupan sang anak.

Sebegitu besarnya pengaruh anak.

Sedangkan kita? Anak-anaknya para orang tua.
Mari berkaca, sebesar apa pengaruh orang tua terhadap kehidupan kita?
Atau.. jangan-jangan mereka dengan mudah dikalahkan oleh sesuatu yang maya dan semu. Ah.. tentu, selalu.. peribahasa ini yang masih favorit untuk di dendangkan di telinga kita :
“kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah”