Jumat, 23 Mei 2014

Dakwah Kampus, Antara Adaptasi namun Tak Sampai Mati (Artikel th 2011)



  Latar Belakang
Posisi strategis dunia kampus, baik terhadap maysarakat ataupun pemerintah semakin jelas. Kampus memegang kepemimpinan berpikir, kepercayaan dan harapan masyarakat bagi transformasi  sosial menuju keadaan yang lebih baik. Oleh karena kompleksnya system yang ada di kampus, maka tak heran jika kampus disebut pula sebagai miniature sederhana dari sebuah kehidupan. Sehingga –dalam konteks keberislaman- kampus menjadi ladang subur yang dapat menumbuhkan benih-benih afiliator Islam. Posisi tawar yang sangat potensial ini jelas menjadi alasan utama mengapa kampus menjadi primadona dakwah untuk beberapa generasi, bahkan insyaallah hingga detik ini.
          Dakwah kampus dihadapkan pada kenyataan bahwa mahasiswa, baik sebagai sasaran dakwah maupun pelaku aktivitas dalam regenerasi dakwah kampus, tidak dapat dipandang sebagai individu yang berdiri sendiri tanpa dipengaruhi kondisi kekinian yang melingkupinya. Seperti halnya suatu system yang terbuka, dakwah kampus tak pernah luput dari pengaruh-pengaruh yang juga ikut berperan dalam setiap perjalanannya. Meski memang sebenarnya, dakwah kampus haruslah menjadi system yang bisa mewarnai, bukan terwarnai. Namun, sunatulloh, para penggerak dakwah –dalam hal ini aktivis dakwah kampus- juga tak luput dari ujian keimanan. Sehingga berpengaruh pula pada keberjalanan dakwah secara menyeluruh. Mencoba beradaptasi, namun tidak sampai mati.

Je T'aime, Baba..



Saya tidak pernah tahu. Apa yang ayah saya rasakan saat pertama kali melihat saya lahir kedunia? Sebahagia apa? Melebihi kebahagiaan Julius Caesar saat di terima cintanya oleh Cleoparta-kah? Ah.. saya pikir lebih dari itu. J

Lalu, bagaimana perasaan ayah saat menggendongku untuk pertama kalinya? Bagaimana perasaan beliau saat untuk pertama kali dalam kehidupnya, ada sesosok anak kecil yang memanggilnya “ayah”, lalu memintanya menggendong, membuatnya bersusah payah untuk menghentikan tangisan, bertanya ini itu tak karuan, kemudian waktu terasa begitu cepat berlalu. 24 tahun. Lama. Cepet. Lama tauu.. cepet ah. Emm.. relatif sih..

Dan ini pula yang membuat saya galau. Apakah ayah merasakan waktu cepat berlalu? Putra putri kecilnya sudah bertumbuh menjadi sosok yang lebih sering membantah daripada menurut, mengajak berdebat, dan apakah pernah pula membuatnya menangis. Oh pliiss.. semoga tidak. (Peluk ayah).

Banyak kisah, dimana cinta nya ayah itu unik, berbeda dengan ibu yang ekspresif. Ayah lebih sering menyembunyikan air mata di kantongnya, ayah juga jarang sekali mengatakan cinta, tapi kalian harus tau, ayah itu punya cinta yang luas. Tapi tidak dalam bentuk kalimat. Cintanya ayah akan seketika ter-ejawantahkan dalam bentuk sikap, perhatian, dan pelukan. Mungkin juga jarang berkata “rindu / kangen”, tapi jauh dari kata itu, ayah selalu menyelipkan nama anaknya dalam setiap baris do’a di tepi malam.

Ah, seperti lelaki saja kau Mil. Sok tau.

Aptuyu deh. :-p

Verpackung



lagi lagi, di ingatkan lagi,,
bahwa keimanan tidak ditentukan oleh status "da'i", tidak juga oleh jilbab lebar, apalgi celana cingkrang yang ngatung-ngatung (?), lebih-lebih titik item-item di jidat (?), terus pake peci kemana mana, itu semua hanya sebentuk keta'atan atau emang lagi nge-'trend' (?). *lupakan

itu semua modal beramal, bukankah akan lebih smpurna jika amal sholih di barengi kemasan yang juga Allah sukai? yang Allah cintai? semoga tidak kebalik.
tapi, bukankah kemasan tanpa isi yg berkualitas jg kurang sempurna?

lagi lagi, akan balik lagi ke diri masing-masing, semoga tidak hanya puas karena kemasan, tapi semakin memperbagus kualitas isinya.

Yeah,
Lebih susah menjaga hidayah memang. Lha wong ngedapetin hidayah aja udah bikin keringetan, berdarah-darah, nangis-nangis. Tapi, -oh, kawan- jika hidayah tak di jaga, tak dipelihara, tak di rawat, maka tunggu saja sampai waktunya berakhir dan dengan mudahnya melenggang kangkung di depan kita.

Yeah,
Liat fenomena seperti ini, seperti sedang di tampar bolak balik sama Allah, kayak di ingetin lagi tentang, “heeiyy, kemasan aja gak cukup buat ngebeli surga, tauuuu,”. Dan iya ya, yang jilbabnya udah lebar kemana-mana, coba deh di cek, apakah akhlak sudah seindah hijabnya?
Nah.. ini yang nampol banget. *terutama (banget) itu saya*

Oke. Bercermin..
Yang perlu di inget, saya harus sadar sesadar sadar nya..
Bahwa saya tak akan pernah bisa membeli syurga dengan kemasan fisik.
Boro-boro kemasan, ibadah aja masih jadi tanda tanya. Mampukan membeli surga? Atau jangan-jangan buat nebus hutang dosa aja gak cukup.
Well. Ini sangat dramatis sekali.
Memang, dramatis dan ironis.

Jumat, 16 Mei 2014

Hukum Pengulangan

Baik.
Saya memulai ini dengan istighfar..
Astaghfirullah..

Kemarin. Kemarinnya lagi. Kemarin kemarinnya lagi. Ya.. intinya beberapa hari yg lalu. Saya di suguhi materi "Bekal"saat mengikuti jalsah ruhiyah. *Semacam kajian tazkiyatunnafs*

Lalu, entah bagaimana, saya kemudian terhenyak. Ada hal dimana kala itu begitu membangunkan alam bawah sadar saya. Tentang bulan rajab.
Materi tentang bulan rajab mungkin sudah sering mampir di telinga. Tapi, setelahnya, wassalam.
Iya ya.. memang, kita harus sering-sering 'membaca'. Mengkaji ulang. Me-review. Apa saja. Apapun yg dulu pernah hadir dalam kehidupan kita. Termasuk materi. Iya materiii.. #gayadodit

Sepertinya, kita *saya lebih tepatnya*, sedang terkena hukum "pengulangan" #tssaah.
Semacam hukum bagi orang-orang yg tidak lulus ujian. Maka, dapat di pastikan harus mengulang materi yg sama. Biar tandes!! *Kata orang jawa
Well.. jangan takut.. toh dalam dunia per-senam-an, berlaku juga hukum pengulangan. Biar keringetnya banyak.. biar mantep.
Kalau anak sekolah, menamai nya remidial. *Oh noo.. saya seperti teringat masa suram saat SMA bersama fisika*

Sampai mana tadi??
Ah.. lupakan. Balik ke topik asal.
Ceritanya saya mau cerita tentang rojab. Salah satu bulan haram. Dan yang paling bikin jleb jleb jleb adalah kalimat dimana saya harus berpikir keras, menarik benang merah dari kasus ke kasus. Lalu merujuknya dari tahun ke tahun. Nah.. *triiinng*, ahaa..
Ternyata benar.. saya belum lulus!!
Bahwa benar, yg ibu ny katakan "di bulan rajab, qt akan Allah persiapkan menghadapi bulan ramadhan.. maka, kita akan dapati ujian terberat ada pada bulan rajab"
Semacam filterisasi..

Yaah.. materi harus selalu di ulang. Karena, saat ini mungkin iman kita sedang prima.. tapi, kita tak tahu, bahwa terkadang, dengan materi yang sama, akan berdampak sistemik pada respon tubuh, hati dan akal secara berbeda dalam waktu yg berbeda.

Ada yang merespon materi dengan ekspresi biasa ajah (pas lg normal), ada yang menggigil (lg demam), ada yang kejang-kejang (lg kronis).

Faffirru illallaah..

Rabu, 14 Mei 2014

Gemuruh

Hanya jawaban ini yg bisa saya katakan : ibu pasti mampu, yg kuat ya bu.. yang sabar..

Sembari sesekali saya mrndesau 'Allah' dg lirih saat beberpa kali mndengar ucapan yg emm -tidak ingin sy dengar- "saya ingin segera kiamat saja mbak, bla bla bla.."

Cukup membuat hati saya bergemuruh.. lantas berharap sangat, smoga Allah mnyelamatkan keyakinannya, dan melimpahkan sabar tak bertepi.

Trkadang ada masa dimana ujian Allah bgitu terasa sngat berat di lalui.. smoga Allah tetap menanamkan iman di hati kita..

:-')

Rabu, 07 Mei 2014

Apa deh banget


heii kamu.. iyaa kamu... *gara2dodit* #lempar dodit pake tissue
Kenape?
Nyesel?
Dongkol?
Mau muntah?
Yaa silahkan sajaaa…
Inilah gue yang sesungguhnya… hahahaha…
!@%!@Plakk!! PLAKK!! Pletakkk! %$%@@! Dzigdzig. @$# pow pow.. Pzzztttt..
-____-

Maybe,, itu bayangan saya yang paling lebay untuk pasangan yang baru bersatu, (tau kan maksudnya? Gak perlu di perjelas ya.. hihihi..). Hmm.. itu mungkin terjadi, tapi kayaknya gak akan selebay itu siih, haha..

Yaa, secara ya, bersatu itu berarti mau gak mau, harus mau menerima apapun. APAPUN, baik buruknya, lemah kuatnya, masa lalu dan masa depannya, sehat sakitnya, dan segambreng hal yang ada pada dirinya.

Yang namanya menggenap, maka konsekuensinya adalah harus mau menerima sepaket dari kata ‘pasangan’.  Nah, yang namanya manusia, gak mungkin kan ya kalau sempurna. 
*kecuali andra and d’ backbone*

Secara otomatis, kau akan menemukan sejumlah manusia yang sangat beragam dalam konteks ketidaksempurnaan. Maka, gak perlu gusar, gak usah kaget dan jangan galau jika menemukan sosok yang super duper cerdas, ternyata ada secuil kedodolan, atau saat menemukan sosok wanita yang super cuantik, ternyata agak dong-dong,  atau ternyata dalam ketampanan ada kemelambayan (?), atau apa aja lah...

Ya begitulah konteks ketidaksempurnaan,
jadi membayangkan, kalau tetiba si tampan menemukan si cantik dalam kondisi “hobi kentut” atau si cantik menemukan si tampan dalam kondisi “hobi ngorok”, “hobi ngupil”, “hobi ngiler”, dan seabrek hobi-hobi unik lainnya *hobi????

Lalu, bisa saja do'i adalah tipikal orang yang sangat senang sekali dengan doraemon, super saia, sailormoon, maruko-chan.  Bisa juga, dalam suatu masa, do'i pernah mengalami syndrome malas mandi. Dan banyak deh, kejadian-kejadian di luar dari kebiasaan. (?). Yang sangat bisa membuatmu ilang feeling, panas dingin, hidung mampet, dan pengin muntah.,

Kalau do'i beruntung, do'i hanya akan menemukan anda berada pada posisi ngedumel sendiri, hehe.. *kayaknya sih ini alay*

Ya itu resiko yang harus di tanggung. Namanya juga menggenap. Namanya juga  bersatu, namanya juga 2 manusia dengan 2 isi kepala, budaya, sifat, watak dan kebiasaan masing-masing.  Jadi, Se il-feel - il-feel nya, gak mungkin kan ya, tiba2 berpisah hanya karena hal-hal sepele seperti itu. Sebab, masing-masing akan saling melengkapi dengan kekurangan dan kelebihannya.
*bijak

Agak absurd juga saya memikirkan hal yang aneh ini.. tapi ini penting kawan. 
Percayalah.. ini jelas akan kau temui dalam dunia nyata. Dari sini, saya jadi menemukan makna.. bahwa bersatu, berarti menarik kita pada pemahaman tentang ‘penerimaan’ yang utuh. PENERIMAAN YANG UTUH.

Apapun tentangnya, bagaimanapun dia, seperti apapun dia, dia tetap pelengkap hidup terbaik yang Allah berikan.

ciee cieee… plok plok plok *tepuk tangan*