Saya
tidak pernah tahu. Apa yang ayah saya rasakan saat pertama kali melihat saya
lahir kedunia? Sebahagia apa? Melebihi kebahagiaan Julius Caesar saat di terima
cintanya oleh Cleoparta-kah? Ah.. saya pikir lebih dari itu. J
Lalu,
bagaimana perasaan ayah saat menggendongku untuk pertama kalinya? Bagaimana perasaan
beliau saat untuk pertama kali dalam kehidupnya, ada sesosok anak kecil yang
memanggilnya “ayah”, lalu memintanya menggendong, membuatnya bersusah payah
untuk menghentikan tangisan, bertanya ini itu tak karuan, kemudian waktu terasa
begitu cepat berlalu. 24 tahun. Lama. Cepet. Lama tauu.. cepet ah. Emm..
relatif sih..
Dan
ini pula yang membuat saya galau. Apakah ayah merasakan waktu cepat berlalu? Putra
putri kecilnya sudah bertumbuh menjadi sosok yang lebih sering membantah
daripada menurut, mengajak berdebat, dan apakah pernah pula membuatnya
menangis. Oh pliiss.. semoga tidak. (Peluk ayah).
Banyak
kisah, dimana cinta nya ayah itu unik, berbeda dengan ibu yang ekspresif. Ayah lebih
sering menyembunyikan air mata di kantongnya, ayah juga jarang sekali
mengatakan cinta, tapi kalian harus tau, ayah itu punya cinta yang luas. Tapi tidak
dalam bentuk kalimat. Cintanya ayah akan seketika ter-ejawantahkan dalam bentuk
sikap, perhatian, dan pelukan. Mungkin juga jarang berkata “rindu / kangen”,
tapi jauh dari kata itu, ayah selalu menyelipkan nama anaknya dalam setiap
baris do’a di tepi malam.
Ah,
seperti lelaki saja kau Mil. Sok tau.
Aptuyu
deh. :-p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar