“cinta menjadi terlalu kanak-kanak untuk
menjadi landasan kebersamaan kita. Kita butuh landasan yang lebih dewasa dari
pada cinta, yaitu kepercayaan. Percaya, untuk saling menitipkan masa depan
dunia akhirat masing-masing”
~ nazrul anwar
Kemudian,
masih dengan coretan dari orang yang sama :
Keberhasilan sebuah hubungan tidak ditentukan
dari seberapa dekat atau lama kita memulainya. Tapi dari seberapa kuat kita
mempertahankannya sampai akhir”
#jleb
Masih dengan
topik yang sangat sangat sangat mainstream.
Kali ini saya mau curhat. *emang biasanya curhat keleeuss...* :D #ttssaaah
Berhubung lagi
trending topic, salah satu sinetron
yang sedang banyak digandrungi oleh para ibu-ibu, remaja, bapak-bapak dan
(mungkin) aktivis dakwah. Tentang problematika rumah tangga. Kalian tau?? Yaapp
betul sekali, CHSI. *catatan hati suami istri* eeh.. bukan bukan.. yang bener
catatan hati si boy.. oh.. masih salah.. ini yang betulan.. catatan hati
seorang istri. *horee beneeer.. *kasih aplause donk*
Saya bukan
penikmat dan maniak sinetron indonesia. Tapi cukup tau lah perkembangan
sinetron tanah air. Bermodal kepo sana sini biar bisa ngimbangin obrolan
emak-emak dan anak ABG labil *emang kamu gak labil, Mil?? #mikir*. Nah dari
proses kepo mengkepo inilah kemudian saya berhenti sejenak dan #mikirkeras
dengan sinetron CHSI.
Awal saya
tahu tentang tayangan perdana CHSI, saya merasa punya ekspektasi lebih terhadap
sinema ini, bahwa setidaknya, doi bakalan menjadi pembawa angin segar bagi
kesuraman dunia persinetronan tanah air. Lalu semangat 45 lah saya untuk
mencoba melihatnya di episode ke 2. Ini karena saking santernya berita di media
sosial yang saling berseliweran memenuhi serambi fb saya, tentang cerita
mereka-mereka untuk episode perdananya. Baiklah, kali ini saya mengalah untuk
mengikuti ego watak goldar O saya (a.k.a tukang kepo). Saya pun menonton.
Hening...
Waauuw..
saya jadi punya kesimpulan absurd : O... ada sebutan baru untuk wanita idaman
lain.. hello kitty..
Ah, betapa
kasihannya saya pada boneka pink putih yang lucu, imut-imut dan menggemaskan
seperti saya (?), bahwa dia secara disengaja telah menjadi kambing hitam dunia
percekcok-kan kerumahtanggaan. Oh dear, i’m very sad to hear that.. sungguh
malang nasibmu. *berkaca-kaca*.
Lupakan
hello kitty. Biarkan dia move on dengan caranya sendiri.
Lupakan
CHSI, biarkan dia move on dari si hello kitty.
Oh ya, saya
pernah mengalami ketakutan yang biasa saja terhadap sebuah kehidupan yang
disebut biduk rumah tangga. Sempat terfikirkan. Bagaimana rasanya, menikah
dengan orang yang kita tak pernah mengenalnya sama sekali? Oh..
membayangkannya, seperti sedang hidup bersama beruang (?) *hubungannya apa??*.
Saking penasarannya, saya tanya pada ibu.
Ibu ketawa.
Lalu ketawanya
seperti ketawa ngejek.
Sungguh
menjengkelkan sekali.
Ibu ketawa
lagi.
Lalu
menjawab :
“cinta itu gak penting, kalau sudah menikah,
semuanya akan berjalan secara naluriah. Allah yang akan menuntunnya untuk
saling mempertahankan.”
Lalu..
Pernah di perkuat
pula oleh paman saya di suatu obrolan siang hari :
“yang
pertama kali Mamang minta ke Allah saat mau ijab adalah minta untuk diberikan
rasa kasih sayang terhadap istri. Sebab Mamang gak pernah kenal sama bibi kamu,
sebelumnya”.
Aiissh..
romantis sekali kisah orang tua di atas sana. Beda dengan yang saya lihat di
tipi-tipi.
Jadi inget
paragraf awal ya..
Cinta memang
kanak-kanak, tapi sekanak-kanaknya cinta, cinta pula yang membuat kehidupan
penuh warna. Cinta juga yang membuat bertahan. Cinta juga yang membuat kata kau dan aku menjadi kita.
Gak perlu
mencarinya,
Karena cinta
sudah ada.. cinta sudah hidup sepaket bersama rasa percaya.
Percaya
untuk saling menitipkan masa depan dunia akhirat masing-masing.
Karena
percaya, adalah manifes cinta di masa depan. Itulah mengapa, percaya menjadi
soal yang lebih rumit, kompleks dan dewasa.
#tssaaah
lagi