Dalam
benak saya pernah terbersit :
“Bapak-bapak itu, yang sudah menikah, yang punya anak
sekian.. Bisa bertahan bekerja disini”. Lalu kemudian kalimat yang lain
menyusul, “Subhanallah.. Saluut.”
Mereka
dengan serta merta akan saya golongkan pada kelompok orang-orang keuren. Gak Cuma
sekedar “keren” aja. Tapi KEUREN.
Mereka
tidak tahu, kalau diam-diam saya menaruh 20 jempol untuk mereka. (4 jempol
punya saya, dan 16 pinjam jempol tetangga).
Well.
Paradigma ini yang sebetulnya harus diperbaiki. Bekerja disini bukan mencari
rizki. Sebab, jika itu yang di cari, saya jamin, gak berselang lama setelah “mencicipi”
pekerjaan ini, mereka akan merasakan gejala mual-mual, pusing, bersin, demam,
gatal, keluar ingus, dan pada akhirnya ada perasaan yang sungguh tidak nyaman
yang mengganggu sisi psikologis mereka *lebay*. Yang akhirnya semua itu
bermanifestasi pada gejala kronis “pengin keluar”.
Yaah..
wajarkah itu?
Emm..
maybe.
Makanya,
saya lebih senang menyebut bekerja disini adalah bentuk pengabdian. Pelayanan sosial.
Jelas, orang-orang yang ada disini harus teruji dulu tingkat jiwa sosialnya. Karena
ini yang akan menguatkan dan menopang niat agar tetap bertahan meski badai
selalu berdatangan.
Nah,
ini mungkin yang menjadi motivasi bapak-bapak di atas. #huznudzan
Lah
kalo saya?
Haah..
harus belajar lagi tentang ketulusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar