~Late post~
Saya mau pamer.
Kalau saya (akhirnya) berani melawan ketakutan pada jarum suntik yang gede dan
panjangnyaaaa... bikin bulu kuduk merinding, pingin ngacir dan kabur ke pantai.
Setelah sekian
lama, akhirnya saya mampu menyumblimasi perasaan takut ini menjadi sebuah rasa
kepercayaan diri untuk mengatakan “mbak/mas, saya mau donor darah”. Lebay kah
saya? Saya rasa sangat!. Tapi pada kenyataanya, itulah yang menjadi alasan primordial
untuk membuat sebuah penolakan halus. Heloooww... hari gini masih takut jarum?
Ke laut aje gih. Iiihh.. suka suka dong.. :p. Itu adalah alasan yang paling
krusial bagi saya.
Namun, acapkali
saya berfikir. Bahwa saya harus segera berpindah dari ketakutan yang sebetulnya
hanya sebuah sugesti negatif ketimbang optimisme pada sebuah efek kesenangan
batiniah yang akan di dapatkan. Acapkali pula, saya sering teringat dengan usia
saya yang cukup muda (?) untuk menjadi seorang pendonor darah. Lalu, tetiba
saya tersentak pada pernyataan seperti ini “masa kalah sama jarum yang gedenya
aja gak ada se-kelingking. Inget.. “setetes darah, menyelamatkan nyawa”. Nah,
jebret banget kan ya?
Pernyataan inilah
yang berhasil menampar-nampar saya. Saya rasa sangat perlu berterimakasih pada
nona markumil(?) atas keberhasilannya melakukan kontemplasi yang
menyayat-nyayat.
“Sombong
banget saya, menampik sebuah kenyataan dalam hidup, bahwa sejatinya, saya
adalah manusia yang masuk ke dalam klasifikasi orang dengan kriteria “lolos
menjadi pendonor”. Secara gitu ya, usia? Udah ah.. gak usah di bahas.. berat
badan? Aduuuhh ini apalagi.. gak perlu tahu! yang jelas lolos banget :p, tensi
darah? insyaAllah selalu on the track..
nah tinggal Hb darah aja yang memang ditakdirkan untuk selalu ababil gitu.”
Padahal
ini adalah ladang amal. Coba deh tengok, banyak yang berkeinginan donor darah,
tapi selalu gatot (gagal total) karena beberapa alasan..
Pertarungan
dengan rasa takut pun di mulai.
25
juni 2014 @superindo..
Saat
tes Hb darah, saya di nyatakan lolos. 12,8. Nyaris pada grade minimal kriteria
yang 12,5. Alhamdulillah.. antara senang, sedih dan takut (ini artinya saya
benar-benar akan menjadi pendonor).
~menunggu
dengan harap2 cemas~
Mulailah
giliran saya untuk diambil darahnya. Konyolnya, saya masih sempat tanya ke ibu perawatnya
“bu, gak sakit kan?” hahaa.. jelaslah, sang ibu perawat tidak memiliki alasan
lain untuk tidak tertawa. Di lain sisi, karena saya memiliki perasaan yang
sensitif dan tidak tegaan, maka sangat
wajar jika kemudian saya memalingkan muka agar tidak pada posisi melihat jarum suntik
tersebut dengan tanpa rasa bersalah masuk ke dalam pembuluh vena saya.
Ternyata
Cuma sakit sedikit.. hahaa.. #jebret
Hitungan
detik selanjutnya, saya telah mulai menikmati setiap aliran darah yang masuk ke
dalam kantung 450cc itu. Ya Allah, semoga darah saya bermanfaat. Aamiin. Dan..
taraaa.. tidak lebih dari 20 menit, kantung itu sudah terisi penuh oleh darah
saya. Serius? *masih gak percaya* Karena penasaran, saya pegang-pegang itu
kantung dan selang darahnya.. ternyata saya tidak sedang bermimpi. hehehe :p
#pliiss_deh
Setelah
serangkaian prosesi pengambilan darah selesai, duduklah saya dengan perasaan
senang dan juga perasaan (masih) gak percaya. Kemudian saya minum untuk
mengurangi ketegangan selama prosesi tadi. Selain itu, saya juga berusaha mengumpulkan
sebanyak mungkin energi untuk pulang. Dan tetiba.. saya pingsan *gak k.e.c.e
banget*.
Yaah..
dasarnya nenek-nenek. Maklum, the first
time, dan saya tidak mempersiapkan diri untuk minum air putih yang banyak
sebelum donor darah.
Begitu
aja sii.. ini pengalaman mengesankan bagi saya.
Akhirnya,
saya bisa donor. Horeeee.. berikan aplause..
plok plok plok.. makasih makasih.
*begini
ya rasanya mendobrak ketakutan (sugesti negatif)*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar