Baiklah.. kali ini saya dibuat speachless.
Oleh mereka, para pemilik "tangan panjang". Mereka yang kerap
sekali berderma. Mungkin bisa dikatakan ini hobi yang menjadi candu. Maka,
sebutlah mereka, filantropi.
Saya telah menjadi saksi orang-orang dengan tipe ini. Percaya tidak
percaya, saya suka mengamati para filantropi yang mampir ke kantor saya.
Wajahnya damai, dan saya mendapati ketentraman dan kelapangan yang emmm.. sulit
digambarkan.
Banyak memberi, tak akan membuatmu Miskin
Ini janji Allah. Dan saya termasuk kedalam tipe orang yang percaya bahwa
banyak memberi justru membuat kita semakin kaya.
Namun, permasalahan akan muncul bilamana ada kondisi memberi menjadi
sesuatu yang berat saat dalam kesempitan. Maka inilah ujiannya. Memberi saat
lapang adalah kebaikan, tapi, selalu ada kebaikan di atas kebaikan yang lain
yaitu memberi saat dalam kesempitan. Ini yang mungkin untuk kalangan kita yang
masih perhitungan dengan kalkulasi duniawi menjadi perihal yang bikin kita jadi
mikir very deep. Yeah, untuk pemilik iman yang masih compang camping
macam kita *saya terutama*, perlu banyak belajar agar bisa jejeg untuk
soal yang satu ini.
Saya teringat kisah seseorang, sebutlah namanya Budi. Budi bercerita, bahwa
dia pernah bertekad untuk istiqomah memberi. Lalu dia dihadapkan pada kondisi,
"diminta" untuk berinfaq sandal bagi pedagang kaki lima yang tak
beralas kaki. Saat itu, dia merasa mudah untuk melakukannya. Selanjutnya, Ujian
serasa bertambah berat tatkala Budi dihadapkan pada kondisi yang hampir sama
dengan pedagang kaki lima yang tak beralas kaki berjumlah banyak *saat itu, dia
tak mengatakan jumlahnya berapa, atau saya lupa??*. Nah, saat itulah kemudian
tekadnya serasa Allah uji kesungguhannya. Dan Budi, dengan jujurnya mengatakan,
"kali ini saya belum lulus".
Hiyaaaah.. #jleb
Doi bilang klo doi belum lulus. Karena doi masih merasa berat di ujian
keduanya. Lha saya?? *pletak*. Saya merasa sungguh luar biasa, sebab niat
baiknya Allah kabulkan. Ini terlihat awesome, bahwa secara tidak sadar,
Allah tengah mendidiknya dan membantunya untuk mewujudkan impiannya menjadi
filantrofi. Tentu, dengan ujian yang datang secara eksponensial mengikuti arus
ketulusan yang muncul.
Well, pada proses perjalanannya, kita akan dapati mereka-mereka *para
filantrofi* menjadi begitu menggebu untuk soal berbagi. Seperti sudah ketagihan
kalau saya bilang. Mungkin mereka telah begitu menikmatinya.
Nah ini..
Rasanya kita belum pada tahap menikmati amalan hingga menjadikannya candu
yang membuat kita rindu untuk berlaku.
#notetomyself