Setiap
manusia punya kesempatan yang sama. Kesempatan waktu yang sama banyaknya, 24
jam dalam sehari. Kesempatan untuk memperoleh kebaikan dari siapapun. Juga
kesempatan untuk memilih. Mungkin, masih banyak kesempatan yang belum
terhitung, yang tentu masih bisa di generalisir untuk seluruh manusia.
Kali
ini saya cukup tertarik dengan topik kesempatan. Peluang. Yap.
Manusia
punya banyak peluang. Selagi hayat masih di kandung badan. Selagi masih punya
sisa usia, manusia tetap memiliki hak untuk memperoleh berbagai kesempatan yang
Allah fasilitasi. Terutama kesempatan untuk memperoleh hidayah Nya.
Betapa
beruntungnya seseorang yang mampu mendapatkannya. Hidayah bak cahaya yang akan
menerangi perjalananya. Tanpanya, perjalanan akan terasa gelap dan menyeramkan.
Bayangkan, ketika kita di minta untuk berjalan di hutan lebat dengan sepaket
bahaya yang menghadang namun tidak ada lampu penerang yang menemani. Maka,
jadilah kita seorang penakut. Yang untuk berjalan selangkah saja masih perlu
pikir panjang sebab selalu ada kemungkinan-kemungkinan baik dan buruk yang
menghantui. Lalu, hidayah seperti lampu penerang yang membuat perjalanan tampak
lebih menenangkan.
Nah,
dapat di bayangkan betapa beruntungnya kan?
Ya..
lagi-lagi saya dipersaksikan, seperti sedang di ingatkan kembali. Tentang pelacur
yang akhirnya mendapatkan surga, tentang pembunuh yang akhirnya mendapatkan
surga, tentang alim ulama yang (sedihnya) mendapatkan siksa neraka, tentang orang-orang
muslim yang murtad dari agamanya. Tentang... tentang mereka yang memutuskan
berhijab, mereka yang pada akhirnya menjadi muallaf, mereka yang insilah. Aah,
betapa hidayah itu mahal harganya. Kenapa mahal? Sebab untuk mendapatkannya
saja perlu usaha tertatih-tatih, lalu, kita di minta juga untuk bisa
menjaganya. Sayangnya, untuk urusan
jaga-menjaga hidayah bukanlah urusan sepele. Maka, kita diminta untuk tidak
tenang setalah mendapatkannya, diminta untuk tidak pongah setelah dibersamainya,
diminta untuk terus memperbaharui usaha demi usaha untuk memeliharanya. Sebab,
jika kita tak pandai menjaganya, maka saksikan saja, ia akan pergi dan kemudian
kembalilah kita menjadi manusia yang malang.
Seperti
sebuah film pendek yang diputar berkali-kali. Kita akan lihat betapa kehidupan
akan dengan mudah membawa seseorang kedalam sebuah fase. Baik dan buruk. Kuat dan
lemah. Saya jadi teringat sesuatu, bahwa manusia memiliki 2 kecenderungan,
yaitu kepada kebaikan dan keburukan.
Inilah
yang menarik. Kebaikan dan keburukan seperti menjadi sebuah peluang bagi
manusia. Sama besarnya, sama banyaknya. Tugas manusia tinggal memilih, pada
pilihan mana kecenderungan itu akan di tujukkan. Ini cukup kondisional. Jika
kondisi iman sedang fit, maka kecenderungan akan besar sekali pada kebaikan,
tapi sebaliknya, jika sedang futur, hati akan dengan mudah goyah dan kembali
menyenangi dosa. Mungkin inilah, mengapa hati itu dibuat tidak stabil. Agar manusia
berproses. Tidak cepat puas dengan apa yang telah di capainya. Ingat, dengan
status apapun kita saat ini, ulama, aktivis dakwah, da’i, pezinah, pendosa,
pencuri, kita masih punya kesempatan. Kesempatan untuk mendapatkan hidayah,
dan.. ini yang ironis, kesempatan untuk berbalik arah. Allahu ‘alam.
Yaa muqollibal
quluub, tsabbit qolbi ‘ala diinik..
Semarang,
140114.
Hayuk
berbenah.. tetaplah menjadi pencari hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar