Hmm.. this is my first short story of health.. dulu jamannya SMA, seneng banget nulis cerpen, tapi cerpen remaja ^^.. ehh,, pas kuliah hobi ini jadi terbengkalai.. Daann,, sewaktu dosen ngasih tugas bikin cerpen kesehatan,, rada-rada gak PD karna udah lupa gimana cara memulai bikin cerpen, huhuhu...
tapi, Alhamdulillah,, legaa juga,, coz hasilnya gak jelek-jelek amat (menurutku, ^^V).
check this out sob,,
------- Sepiring Cinta di Pagi Hari ---------
Lamunanku saat ini,
membawa memori otakku berkelana ke
masa-masa yang sangat ku kenal dengan baik. Masa dimana diri ini sedang
asyik-asyiknya meniru apa saja yang terlihat dan menarik atau sesuatu yang
memang sengaja ditanamkan dalam memori jangka panjangku. Ya, masa kanak-kanak.
Masa yang menurutku menyenangkan. Layaknya anak-anak normal, aku menjalaninya
dengan apa adanya, seperti tanpa beban kehidupan. Hanya permainan dan bergaul
dengan teman-temanlah yang ada di kepalaku. Tapi yang perlu diingat, di masa
ini anak-anak masih mudah dipengaruhi dan diarahkan siapapun. Jika salah dalam
menanamkan nilai-nilai, maka akan berdampak pada prilaku kita di kemudian hari.
Di mana saat itu, sikap dan prilaku yang ditanamkan telah terpatri dan menjadi
kebiasaan yang untuk mengubahnya perlu pengorbanan dan perjuangan ekstra.
Sepertinya ayah dan ibu
memahami kondisi tersebut. Aku pun yakin, setiap orang tua pasti memahami
kondisi tumbuh kembang anak-anaknya. Sehingga mereka telah menyiapkan sekarung
konsep nilai-nilai apa saja yang ingin ditanamkan pada buah hati kesayangannya.
Ya, mungkin bagi mereka kami ibarat tanah gembur, sehingga benih apapun yang
dibenamkan ke dalamnya dapat dipastikan akan tumbuh dengan subur.
Seperti ibuku. Beliau
sangat getol sekali dalam hal ini. Terlebih untuk masalah sarapan. Beliau tidak
akan membiarkan anak-anaknya berangkat sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu.
Terkadang kesal juga mendengar ceramah ibu yang panjang lebar jika aku tidak
mau sarapan.
“Uh, kenapa sih, gak
sarapan sekali aja dimarahin!!”, terkadang batinku sering mengeluh seperti itu.
Dan ketika aku sudah bisa berontak dan membela diri, maka keluar juga kalimat
itu dari mulutku. Akhirnya adu mulutpun terjadi.
“Duh, pagi-pagi udah
bikin rame. Gak malu apa sama tetangga?!”. Ayah biasanya menengahi dengan
ungkapan itu. Tapi, tidak jarang juga beliau berdua bersatu untuk menyerangku
(baca : menceramahiku).
Sering ada perasaan iri
dengan teman-teman. Kenapa kalau mereka gak sarapan diperbolehkan ibu dan
bapaknya??. Malah uang jajan mereka dinaikan dengan harapan uang lebihan itu
digunakan untuk membeli makanan di sekolahnya. Enak ya??.
Ibu?
Ah boro-boro. Yang ada jika aku bersikeras
untuk tidak sarapan karena hampir telat misalnya. Bukannya menaikkan uang
jajanku, beliau malah lebih memilih mengancam untuk tidak memberi uang jajan.
“Biar sekalian
kelaparan!”, tandasnya.
Wah, tega!. Benar-benar
tega membiarkan buah hatinya pingsan kelaparan di tempat studinya. Adu mulutpun
tak bisa di elakkan. Tapi Karena ancaman yang mengerikan itu, akhirnya aku
mengalah dan mengurungkan niat untuk tidak sarapan. Biarlah telat sedikit yang
penting uang jajanku selamat.
Hal ini terus berlanjut
hingga aku remaja. Prinsip yang ibu pegang itu tak pernah lekang di makan
jaman. Sikapnya masih sama. Dan, korban selanjutnya adalah… adik-adikku. Lucu
juga. Sekarang giliran mereka yang harus mempersiapkan telinga untuk
mendengarkan ceramah-ceramah dari ibu jika memilih tidak sarapan. Aku hanya
tersenyum melihat adegan-adegan sama yang telah ku alami dulu.
Kini, aku menyadari
betapa ibu sungguh menyayangi diriku dan adik-adikku. Omelan-omelan kecil yang
terkadang membuat kami bosan untuk mendengarkan. Ternyata hal itu dilakukan hanya
untuk kebaikkan kami. Tidak lebih.
Tahukah teman, alasan
kenapa wanita yang sangat ku sayangi ini hampir mewajibkan sarapan untuk
anak-anaknya?. Alasannya adalah bahwa sarapan itu sangat penting untuk
kebugaran jasmani dan penting untuk mempersiapkan otak agar dapat menerima
ilmu-ilmu yang diberikan. Juga untuk mensuplai energi agar dapat bertahan
dengan aktivitas seharian meski memang perlu dibantu dengan makan siang juga.
Namun sarapan adalah awal dari semuanya.
Akhirnya apa yang ibu tanamkan kepadaku itu,
saat ini telah menjadi kebiasaan. Rasanya ada yang kurang jika tidak
melaksanakannya. Karena memang aku telah mendapatkan manfaatnya. Meskipun
kadang tidak sarapan karena memang terpaksa. Namun, selalu diusahakan untuk
melakukannya.
Ibu memang bukan ahli
kesehatan, bukan berasal dari keluarga yang berlatar belakang kesehatan.
Pendidikannya pun bukan dari kesehatan. Tapi bagiku, beliau lebih hebat dari
dokter atau ahli kesehatan masyarakat. Ketegasan beliau ketika mengajariku dan
kesabarannya yang sungguh luar biasa telah menjadikanku seperti sekarang ini.
Aku baru menyadari pentingnya penanaman perilaku sehat khususnya dalam keluarga
ketika Alloh memberiku kesempatan untuk menimba ilmu di bidang kesehatan. Ibu,
meski beliau tak pernah merasakan duduk di bangku kuliah, tapi darinya aku
dapatkan berjuta ilmu sebelum aku menjadi seorang pelajar. Jauh sebelum aku
mengenal dunia pendidikan.
Aku bangga dan sayang
padanya, ingin rasanya menunjukkan perasaan ini kepada ibu. Tapi malu telah
menahan semuanya. Kini, aku sedang mencoba melakukan apa yang ibu contohkan
dulu. Membantunya untuk mengenalkan konsep perilaku sehat kepada adik-adikku.
Ternyata memang tidak mudah, terkadang apa yang kita maksud tidak sampai ke mereka,
malah menyebabkan berbagai macam pemberontakkan persis seperti diriku dahulu.
Perlu kesabaran ekstra, karena membentuk kebiasaan tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Semoga ibu bisa menangkap apa yang ku lakukan ini sebagai
bentuk ungkapan sayang dan cintaku padanya. Meski tidak secara langsung.
Darinya, aku mengerti bahwa sarapan adalah bentuk sepiring cinta ibu terhadap
keluarganya.
Untuk
mamah,
Atas
ketulusan cintamu kepada kami selama ini,
Entah
sampai kapan kami dapat membalas cintamu…
I
love u full
Tidak ada komentar:
Posting Komentar