Rabu, 05 Maret 2014

Cumulus Mundus



Dalam benak saya pernah terbersit :
“Bapak-bapak  itu, yang sudah menikah, yang punya anak sekian.. Bisa bertahan bekerja disini”. Lalu kemudian kalimat yang lain menyusul, “Subhanallah.. Saluut.”

Mereka dengan serta merta akan saya golongkan pada kelompok orang-orang keuren. Gak Cuma sekedar “keren” aja. Tapi KEUREN.
Mereka tidak tahu, kalau diam-diam saya menaruh 20 jempol untuk mereka. (4 jempol punya saya, dan 16 pinjam jempol tetangga).

Well. Paradigma ini yang sebetulnya harus diperbaiki. Bekerja disini bukan mencari rizki. Sebab, jika itu yang di cari, saya jamin, gak berselang lama setelah “mencicipi” pekerjaan ini, mereka akan merasakan gejala mual-mual, pusing, bersin, demam, gatal, keluar ingus, dan pada akhirnya ada perasaan yang sungguh tidak nyaman yang mengganggu sisi psikologis mereka *lebay*. Yang akhirnya semua itu bermanifestasi pada gejala kronis “pengin keluar”.
Yaah.. wajarkah itu?
Emm.. maybe.

Makanya, saya lebih senang menyebut bekerja disini adalah bentuk pengabdian. Pelayanan sosial. Jelas, orang-orang yang ada disini harus teruji dulu tingkat jiwa sosialnya. Karena ini yang akan menguatkan dan menopang niat agar tetap bertahan meski badai selalu berdatangan.

Nah, ini mungkin yang menjadi motivasi bapak-bapak di atas. #huznudzan

Lah kalo saya?
Haah.. harus belajar lagi tentang ketulusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar