Jumat, 29 Agustus 2014

raindropbow

Embun.. pelangi..
Keduanya sama sama rapuh.
Keduanya mudah menghilang.
Keduanya memiliki limit waktu yang sama.
Terbatas pada jarak pandang.
Terbatas pada sebab munculnya.
Keduanya punya kesetiaan.
Embun pada pagi,
Pelangi pada hujan.

*Baiklah.. kau jatuh hati pada yang mana?

*aku?
Aku tetap pada pelangi..

pelangi sejuta warna..

Kamis, 28 Agustus 2014

Spora(dis)



“di sini, gak ada warung atau tempat fotokopian yang gak ada abang parkirnya. Fotokopi  Cuma 500 rupiah, parkirnya 1000 rupiah. Okee.. dompet lama-lama jebol juga”.

~Temen saya sedang membacakan status salah satu teman fb nya.
Haha.. lucu.. sangat humality *kata raditya dika*

Tapi saya lagi tidak tertarik bahas abang parkir dan dunia per-parkir-an.

Tetiba, sesaat setelah status itu di bacakan teman saya, dan sesaat setelah saya tertawa. Saya kemudian teringat masa-masa unyu saya di kampus ungu. Betapa momen yang mengharu biru, penuh kelucuan dan kepolosan anak-anak ingusan pasca melepas seragam putih abu-abu. Dengan semangat yang menggebu-gebu, kuliahpun sampai tak ingat waktu.. berangkat kuliah hari sabtu.. sungguh lucu dan lugu.. lalu... tergugu karena tak ada guru.

Senin, 25 Agustus 2014

bzzzztt

Bisa kah aku memiliki hatimu?

*Jedduuugg*
Aduuuhh..

~Ooh.. itu cuma mimpi ._____.

Jumat, 15 Agustus 2014

Rain

Bagaimana rasanya mendengar kabar orang tua sakit? emm.. mungkin lebih tepatnya di vonis ada gangguan kesehatan dalam tubuhnya dan membutuhkan penanganan yang cukup serius.

Saya, dan dominan akan merasakan sperti di sambar petir, kaget, sedih, dan ada rasa tidak percaya. Bahwa, orang yang selama ini kita harap harus selalu dalam kondisi prima dan sehat, ternyata tak selalu dalam kondisi baik. Saya jadi berfikir, mungkin, kali ini, sudah waktunya kita mendengar berita-berita semacam itu. Bahwa kemampuan akan semakin berkurang sejalan dengan pertambahan usia. Memang harus siap mental.
Sudah saatnya, kita, sebagai anak, ada di garda terdepan yang menjadi motivator untuk orang tua. Agar semangat hidup tetap menyala, agar mereka tetap memiliki senyum kehidupan.
Minimalisir ikut-ikutan panik, ikut menggalau dan sedih berkepanjangan.

*menjadi sahabat untuk berbagi, menjadi anak yang bisa di andalkan :')

*buat mamah sama ayah*

Peluk dari jauh :’)

Bekel

Untuk menjadi apa yang dinamakan besar, apa yang dikatakan orang sebagai hebat, maka konsekuensinya, kau harus mau menjadi bola bekel. Yang mampu terpelanting jauh, bahkan mungkin jauh dari harapan si empu saat menjatuhkannya. Yang mampu berlarian hebat dan berkejaran bersama sang empu untuk menaklukannya, membawanya kembali ke dalam kantong plastik mainannya.

Terkadang, atau mungkin memang seperti itulah hukum alamnya. Bahwa sejatinya kita membutuhkan tekanan, rival/lawan, masalah-masalah, dan stressor lainnya agar otak kita bekerja lebih ekstra. Agar kita mampu menemui pengalaman, lalu bertemu dengan hikmah dan selanjutnya (semoga) berubah menjadi bijak. Agar dari sini, identitas kita dapat teruji, siapa dan seperti apa saya.

Itu artinya, kita harus siap terjatuh dan dijatuhkan, siap di banting dan membantingkan diri. Siap berkawan dengan penat yang bertambah-tambah, yang semuanya membawa kita pada kondisi yang tidak nyaman. Tapi kemudian menjanjikan kehidupan cerah setelahnya.

Kita pasti telah banyak membaca atau menjadi saksi si “bola bekel” ini. Untuk menjadi keren, maka harus siap belepotan. Tidak ada cara yang instan untuk menjadi mutiara, sebab mutiara sendiri di hasilkan dari pasir dan air mata kerang yang terjadi bertahun-tahun.

Kau akan menjadi sebesar harapan dan usahamu.


#ngaca di depan cermin

Lo(trust)ve



“cinta menjadi terlalu kanak-kanak untuk menjadi landasan kebersamaan kita. Kita butuh landasan yang lebih dewasa dari pada cinta, yaitu kepercayaan. Percaya, untuk saling menitipkan masa depan dunia akhirat masing-masing”
~ nazrul anwar

Kemudian, masih dengan coretan dari orang yang sama :
Keberhasilan sebuah hubungan tidak ditentukan dari seberapa dekat atau lama kita memulainya. Tapi dari seberapa kuat kita mempertahankannya sampai akhir”
#jleb

Masih dengan topik yang sangat sangat sangat mainstream. Kali ini saya mau curhat. *emang biasanya curhat keleeuss...* :D #ttssaaah

Berhubung lagi trending topic, salah satu sinetron yang sedang banyak digandrungi oleh para ibu-ibu, remaja, bapak-bapak dan (mungkin) aktivis dakwah. Tentang problematika rumah tangga. Kalian tau?? Yaapp betul sekali, CHSI. *catatan hati suami istri* eeh.. bukan bukan.. yang bener catatan hati si boy.. oh.. masih salah.. ini yang betulan.. catatan hati seorang istri. *horee beneeer.. *kasih aplause donk*

Saya bukan penikmat dan maniak sinetron indonesia. Tapi cukup tau lah perkembangan sinetron tanah air. Bermodal kepo sana sini biar bisa ngimbangin obrolan emak-emak dan anak ABG labil *emang kamu gak labil, Mil?? #mikir*. Nah dari proses kepo mengkepo inilah kemudian saya berhenti sejenak dan #mikirkeras dengan sinetron CHSI.

Awal saya tahu tentang tayangan perdana CHSI, saya merasa punya ekspektasi lebih terhadap sinema ini, bahwa setidaknya, doi bakalan menjadi pembawa angin segar bagi kesuraman dunia persinetronan tanah air. Lalu semangat 45 lah saya untuk mencoba melihatnya di episode ke 2. Ini karena saking santernya berita di media sosial yang saling berseliweran memenuhi serambi fb saya, tentang cerita mereka-mereka untuk episode perdananya. Baiklah, kali ini saya mengalah untuk mengikuti ego watak goldar O saya (a.k.a tukang kepo). Saya pun menonton.


Hening...




Waauuw.. saya jadi punya kesimpulan absurd : O... ada sebutan baru untuk wanita idaman lain.. hello kitty..
Ah, betapa kasihannya saya pada boneka pink putih yang lucu, imut-imut dan menggemaskan seperti saya (?), bahwa dia secara disengaja telah menjadi kambing hitam dunia percekcok-kan kerumahtanggaan. Oh dear, i’m very sad to hear that.. sungguh malang nasibmu. *berkaca-kaca*.

Lupakan hello kitty. Biarkan dia move on dengan caranya sendiri.
Lupakan CHSI, biarkan dia move on dari si hello kitty.

Oh ya, saya pernah mengalami ketakutan yang biasa saja terhadap sebuah kehidupan yang disebut biduk rumah tangga. Sempat terfikirkan. Bagaimana rasanya, menikah dengan orang yang kita tak pernah mengenalnya sama sekali? Oh.. membayangkannya, seperti sedang hidup bersama beruang (?) *hubungannya apa??*. Saking penasarannya, saya tanya pada ibu.
Ibu ketawa.
Lalu ketawanya seperti ketawa ngejek.
Sungguh menjengkelkan sekali.
Ibu ketawa lagi.
Lalu menjawab :
“cinta itu gak penting, kalau sudah menikah, semuanya akan berjalan secara naluriah. Allah yang akan menuntunnya untuk saling mempertahankan.”

Lalu..
Pernah di perkuat pula oleh paman saya di suatu obrolan siang hari :

“yang pertama kali Mamang minta ke Allah saat mau ijab adalah minta untuk diberikan rasa kasih sayang terhadap istri. Sebab Mamang gak pernah kenal sama bibi kamu, sebelumnya”.

Aiissh.. romantis sekali kisah orang tua di atas sana. Beda dengan yang saya lihat di tipi-tipi.

Jadi inget paragraf awal ya..

Cinta memang kanak-kanak, tapi sekanak-kanaknya cinta, cinta pula yang membuat kehidupan penuh warna. Cinta juga yang membuat bertahan. Cinta juga yang membuat kata kau dan aku menjadi kita.

Gak perlu mencarinya,
Karena cinta sudah ada.. cinta sudah hidup sepaket bersama rasa percaya.
Percaya untuk saling menitipkan masa depan dunia akhirat masing-masing.

Karena percaya, adalah manifes cinta di masa depan. Itulah mengapa, percaya menjadi soal yang lebih rumit, kompleks dan dewasa.
#tssaaah lagi

Sabtu, 02 Agustus 2014

Pelita

thanks for being my light..

and you know, dear?
when i feel dark, and i so scared about it..
you came in with a light.
then, you light me up

you lead me out..
and you make me smile..
suddenly, you make me really cheerful with you.

~mila annisa
~home, 2 agustus 2014~