Jumat, 15 Agustus 2014

Lo(trust)ve



“cinta menjadi terlalu kanak-kanak untuk menjadi landasan kebersamaan kita. Kita butuh landasan yang lebih dewasa dari pada cinta, yaitu kepercayaan. Percaya, untuk saling menitipkan masa depan dunia akhirat masing-masing”
~ nazrul anwar

Kemudian, masih dengan coretan dari orang yang sama :
Keberhasilan sebuah hubungan tidak ditentukan dari seberapa dekat atau lama kita memulainya. Tapi dari seberapa kuat kita mempertahankannya sampai akhir”
#jleb

Masih dengan topik yang sangat sangat sangat mainstream. Kali ini saya mau curhat. *emang biasanya curhat keleeuss...* :D #ttssaaah

Berhubung lagi trending topic, salah satu sinetron yang sedang banyak digandrungi oleh para ibu-ibu, remaja, bapak-bapak dan (mungkin) aktivis dakwah. Tentang problematika rumah tangga. Kalian tau?? Yaapp betul sekali, CHSI. *catatan hati suami istri* eeh.. bukan bukan.. yang bener catatan hati si boy.. oh.. masih salah.. ini yang betulan.. catatan hati seorang istri. *horee beneeer.. *kasih aplause donk*

Saya bukan penikmat dan maniak sinetron indonesia. Tapi cukup tau lah perkembangan sinetron tanah air. Bermodal kepo sana sini biar bisa ngimbangin obrolan emak-emak dan anak ABG labil *emang kamu gak labil, Mil?? #mikir*. Nah dari proses kepo mengkepo inilah kemudian saya berhenti sejenak dan #mikirkeras dengan sinetron CHSI.

Awal saya tahu tentang tayangan perdana CHSI, saya merasa punya ekspektasi lebih terhadap sinema ini, bahwa setidaknya, doi bakalan menjadi pembawa angin segar bagi kesuraman dunia persinetronan tanah air. Lalu semangat 45 lah saya untuk mencoba melihatnya di episode ke 2. Ini karena saking santernya berita di media sosial yang saling berseliweran memenuhi serambi fb saya, tentang cerita mereka-mereka untuk episode perdananya. Baiklah, kali ini saya mengalah untuk mengikuti ego watak goldar O saya (a.k.a tukang kepo). Saya pun menonton.


Hening...




Waauuw.. saya jadi punya kesimpulan absurd : O... ada sebutan baru untuk wanita idaman lain.. hello kitty..
Ah, betapa kasihannya saya pada boneka pink putih yang lucu, imut-imut dan menggemaskan seperti saya (?), bahwa dia secara disengaja telah menjadi kambing hitam dunia percekcok-kan kerumahtanggaan. Oh dear, i’m very sad to hear that.. sungguh malang nasibmu. *berkaca-kaca*.

Lupakan hello kitty. Biarkan dia move on dengan caranya sendiri.
Lupakan CHSI, biarkan dia move on dari si hello kitty.

Oh ya, saya pernah mengalami ketakutan yang biasa saja terhadap sebuah kehidupan yang disebut biduk rumah tangga. Sempat terfikirkan. Bagaimana rasanya, menikah dengan orang yang kita tak pernah mengenalnya sama sekali? Oh.. membayangkannya, seperti sedang hidup bersama beruang (?) *hubungannya apa??*. Saking penasarannya, saya tanya pada ibu.
Ibu ketawa.
Lalu ketawanya seperti ketawa ngejek.
Sungguh menjengkelkan sekali.
Ibu ketawa lagi.
Lalu menjawab :
“cinta itu gak penting, kalau sudah menikah, semuanya akan berjalan secara naluriah. Allah yang akan menuntunnya untuk saling mempertahankan.”

Lalu..
Pernah di perkuat pula oleh paman saya di suatu obrolan siang hari :

“yang pertama kali Mamang minta ke Allah saat mau ijab adalah minta untuk diberikan rasa kasih sayang terhadap istri. Sebab Mamang gak pernah kenal sama bibi kamu, sebelumnya”.

Aiissh.. romantis sekali kisah orang tua di atas sana. Beda dengan yang saya lihat di tipi-tipi.

Jadi inget paragraf awal ya..

Cinta memang kanak-kanak, tapi sekanak-kanaknya cinta, cinta pula yang membuat kehidupan penuh warna. Cinta juga yang membuat bertahan. Cinta juga yang membuat kata kau dan aku menjadi kita.

Gak perlu mencarinya,
Karena cinta sudah ada.. cinta sudah hidup sepaket bersama rasa percaya.
Percaya untuk saling menitipkan masa depan dunia akhirat masing-masing.

Karena percaya, adalah manifes cinta di masa depan. Itulah mengapa, percaya menjadi soal yang lebih rumit, kompleks dan dewasa.
#tssaaah lagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar