Kamis, 28 Agustus 2014

Spora(dis)



“di sini, gak ada warung atau tempat fotokopian yang gak ada abang parkirnya. Fotokopi  Cuma 500 rupiah, parkirnya 1000 rupiah. Okee.. dompet lama-lama jebol juga”.

~Temen saya sedang membacakan status salah satu teman fb nya.
Haha.. lucu.. sangat humality *kata raditya dika*

Tapi saya lagi tidak tertarik bahas abang parkir dan dunia per-parkir-an.

Tetiba, sesaat setelah status itu di bacakan teman saya, dan sesaat setelah saya tertawa. Saya kemudian teringat masa-masa unyu saya di kampus ungu. Betapa momen yang mengharu biru, penuh kelucuan dan kepolosan anak-anak ingusan pasca melepas seragam putih abu-abu. Dengan semangat yang menggebu-gebu, kuliahpun sampai tak ingat waktu.. berangkat kuliah hari sabtu.. sungguh lucu dan lugu.. lalu... tergugu karena tak ada guru.


Saya ingat betul.. tahun-tahun saya kuliah.. saya demen sekali jalan kaki dari kos ke kampus. Padahal, saudara tahu kan? Betapa panasnya semarang?. Yaah.. demi untuk mengumpulkan sesuap nasi. Waktu itu. Fasilitas kampus belum sekeren sekarang, yang banyak pohon disana sini, jalan yang sudah full beraspal. Tapi, saya menemukan banyak mahasiswa yang hobi sekali jalan kaki, menerjang badai panas dan badai keringat, juga gelombang jalanan yang naik turunnya minta ampun. Percayalah.. sampai-sampai bawah bangku duduk kami, penuh debu pasir yang berjatuhan. Kalau hujan, ya bawah bangku kami yang lebih kotor dari yang lain. Aiiihh.. romantis sekali (?).

Lalu.. jaman semakin berkembang.. teknologi semakin bermunculan, pohon-pohon makin tumbuh subur, jejalanan semakin rapi dan beraspal.. mungkin karena fasilitas ini, hobi jalan kaki semakin di tinggalkan. Maka, jangan heran.. obesitas juga tumbuh subur di kalangan mahasiswa.. haha *analisis sotoy saya*

Emm.. bukan jalan kaki sii yang ingin saya tonjolkan disini (terus???). Boleh saya cerita sedikit (?).
Biaya kos jaman sekarang mahalnya selangit bro. Saya kasih tau.. ada kosan yang harganya sebulan 1,3 jeti. Bayangpun.. *bikin pingsan*. Itu baru biaya tempat tinggal. Belum makan, buku dan kuliah, shopping, sakit, dan ongkos tak terduga. Silahkan bisa dihitung-hitung.

Saya jadi tidak tega untuk menghitung-hitung semua biaya yang harus di tanggung orang tua demi mengkuliahkan anaknya di tanah rantau. Oh dear.. semoga kalian paham kesusahan mereka. Minimal 4 tahun mereka punya tanggung jawab bikin perut kalian kenyang, tidur kalian pulas, dompet kalian tebal, dan kuliah kalian nyaman. Semoga kalian paham pula tentang apa yang menjadi harapan mereka terhadapmu. Sarjana. Simpel kan? Segitu banyak pengorbanan mereka, kau cukup membalasnya dengan titel Sarjana. Syukur syukur dengan IPK cumlaude.
Bisa jadi ini pragmatis.

Tapi entahlah.. yang saya temui memang seperti itu. Mereka sangat bangga jika berhasil menyelesaikan amanah mereka untuk menyekolahkanmu sampai tuntas. Kebahagiaan yang sederhana.

Tentu kau tak perlu susah payah mengingat-ingat kebaikan mereka. Percayalah, itu semua akan memakan banyak waktumu. Dan kau akan terhanyut pada rasa melankolisme picisan. Sekali-kali saja, saat kau mulai lupa bersyukur. Lagipula, kau telah merasakan kepayahan mereka, berjuang terus saja. Agar mereka juga merasakan perjuanganmu di tanah rantau.

Nah adik-adik *berasa tua*, saya tidak sedang mengajarkan hidup dengan kepayahan. Tidak pula mengajak kalian untuk berjalan kaki ke kampus. Semoga tidak gagal fokus.
Tapi, bijaklah dengan kehidupan kampus. Nanti, kau akan paham, bagaimana kehidupan pasca kampus itu.

Sudah aah.. tambah ngalor ngidul :D
*catatan sporadis dan divergen*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar