Jumat, 27 Juni 2014

Apex radicis



Proses mendidik anak adalah proses belajar sepanjang hayat. Betul???
Bisa jadi betul. Hmm.. mungkin jawaban saya ini belum bisa dikatakan tepat sebab saya belum memiliki pengalaman menjadi orang tua. *haha.. alasan klasik*

Tapi, untuk menjalani apa yang dinamakan belajar, tak melulu harus melaluinya terlebih dahulu kan? Sebab banyak orang bijak di luar sana yang mau berbagi pengalaman. Maka, jadilah kita menemukan hikmah tercecer dari sekumpulan kisah yang terhampar.

Kembali pada tema utama kali ini. Tentang anak. Kenapa ya, anak... lalu wanita... kedua hal ini selalu menjadi topik yang tak pernah habis? Selalu menarik meski sudah sering banyak di bahas. Selalu membuat penasaran meski apa yang ada pada mereka adalah rahasia umum. Selalu terkesan baru meski sepertinya kisah demi kisahnya sangat klasik. Bahkan sudah ada sejak jaman rambut fir’aun di belah tengah. Mungkin. Dan kalian juga akan menemukan beberapa catatan saya, terinspirasi dari 2 jenis makhluk hidup ini. Kenapa? Kenapa??? Kenapaaa????
Apakah?
Apakah karena saya wanita (?)
Saya rasa bukan.

Ah.. sudahlah.. Saya seperti terpenjara pada proses yang bernama ‘finding the root cause’. lalu, kemudian saya akan sampai pada apa yang pernah di ajarkan dalam kehidupan para pelajar bernama 5W 1H. Forget it!

Ada hal yang menarik perhatian saya. Pada salah satu kisah perjalanan pengembaraan (?) saya saat tengah bertemu donatur. Bahwa pada akhirnya, saya berhasil beliau prospek untuk membeli gamis jualannya (?). Hahaaa.. marketer vs marketer. Satu sama deh -____-“

Bukan. bukan ini yang ingin saya ceritakan. Ah.. kenapa jadi ngelantur kemana-mana.
Begini, masih dengan kisah bersama donatur tersebut *tenang.. ini bukan tentang gamis lagi*. Beliau sempat bercerita pada saya tentang banyak tingkah laku anak didiknya (secara ya, beliau itu guru.. #catet!). Salah satu cerita yang bikin saya agak WAUW gimana gitu adalah saat beliau membuat suatu analisis yang menurut saya sangat bisa menjadi rujukan *hiperbol*.

Yaitu, saat beliau mendapati salah satu muridnya adalah a thief. Lalu beliau segera melakukan tindakan dengan memanggil orang tuanya. Bukan untuk marah-marah. Tapi, beliau berusaha menggali apa yang menjadi penyebab sang anak terpaksa mengambil milik orang lain. Usut punya usut, ternyata sang ibu sedang memberikan terapi “doyan makan”(?) pada sang anak. Walhasil.. berat badan sang anak tumbuh dengan pesatnya. Dia mampu melampaui BB anak-anak seusianya. Sedangkan, ujar donatur saya, sang ibu tidak memberikan fasilitas pertumbuhan anaknya dengan baik. Sang anak hanya diberikan uang jajan 2000 rupiah dengan kondisi “doyan makan” seperti itu. Padahal, lanjut donatur saya, susu UHT saja sudah berharga 4000, bagaimana sang anak mampu memenuhi kebutuhannya? akhirnya, mengambil uang milik teman-teman menjadi jalan problem solving nya. Pada kesimpulannya, orang tua sang anak tidak cukup baik dalam proses pemenuhan kebutuhan buah hatinya.

Sederhana mungkin ya analisis beliau. Tapi, saya tidak cukup yakin, bahwa banyak orang tua memiliki kepekaan sejauh itu, yang tidak cepat menghakimi, yang tidak cepat mengambil kesimpulan yang asbun *asal bunyi*. Tidak hanya untuk guru saat mendapati kenakalan murid-muridnya. Tapi kita, Apakah kita sering melakukan perenungan sejauh ini sebelum kita menghakimi seseorang?? *tanya sama tembok*.

Pada orang dewasa, kita sering mendengar bahwa sebuah perilaku pasti memiliki motif. Begitu pula pada anak. Mereka yang lucu, imut-imut, menggemaskan, cubit-able dan unyel-able, pun memiliki motif saat melakukan tindak kenakalan. Maka, bukan menghakimi lalu memarahi yang menjadi solusi utama saat berhadapan dengan mereka. Tetapi, sepantasnyalah kita *orang dewasa* melakukan proses finding the root cause yang bijaksana. Dengan begini, saya yakin, anak-anak akan mendapatkan pengajaran luar biasa dari kita *orang dewasa* bagaimana seharusnya bersikap. Dan saya yakin, proses pemahaman dengan dasar root cause pada anak, akan membuat mereka belajar dari kesalahan lalu memperbaikinya. Tidak dengan jalan memarahi tanpa tahu sebabnya. Selain itu, kita *orang dewasa* pun akan mampu belajar.. bahwa nyatanya, kita lah yang menjadi sebab utama anak-anak bertingkah laku nakal dan kurang sopan. Mari mengaca *sodorin cermin*.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar