Jumat, 27 Juni 2014

Fear Factor



~Late post~

Saya mau pamer. Kalau saya (akhirnya) berani melawan ketakutan pada jarum suntik yang gede dan panjangnyaaaa... bikin bulu kuduk merinding, pingin ngacir dan kabur ke pantai.

Setelah sekian lama, akhirnya saya mampu menyumblimasi perasaan takut ini menjadi sebuah rasa kepercayaan diri untuk mengatakan “mbak/mas, saya mau donor darah”. Lebay kah saya? Saya rasa sangat!. Tapi pada kenyataanya, itulah yang menjadi alasan primordial untuk membuat sebuah penolakan halus. Heloooww... hari gini masih takut jarum? Ke laut aje gih. Iiihh.. suka suka dong.. :p. Itu adalah alasan yang paling krusial bagi saya. 


Namun, acapkali saya berfikir. Bahwa saya harus segera berpindah dari ketakutan yang sebetulnya hanya sebuah sugesti negatif ketimbang optimisme pada sebuah efek kesenangan batiniah yang akan di dapatkan. Acapkali pula, saya sering teringat dengan usia saya yang cukup muda (?) untuk menjadi seorang pendonor darah. Lalu, tetiba saya tersentak pada pernyataan seperti ini “masa kalah sama jarum yang gedenya aja gak ada se-kelingking. Inget.. “setetes darah, menyelamatkan nyawa”. Nah, jebret banget kan ya?

Pernyataan inilah yang berhasil menampar-nampar saya. Saya rasa sangat perlu berterimakasih pada nona markumil(?) atas keberhasilannya melakukan kontemplasi yang menyayat-nyayat.
“Sombong banget saya, menampik sebuah kenyataan dalam hidup, bahwa sejatinya, saya adalah manusia yang masuk ke dalam klasifikasi orang dengan kriteria “lolos menjadi pendonor”. Secara gitu ya, usia? Udah ah.. gak usah di bahas.. berat badan? Aduuuhh ini apalagi.. gak perlu tahu! yang jelas lolos banget :p, tensi darah? insyaAllah selalu on the track.. nah tinggal Hb darah aja yang memang ditakdirkan untuk selalu ababil gitu.”
Padahal ini adalah ladang amal. Coba deh tengok, banyak yang berkeinginan donor darah, tapi selalu gatot (gagal total) karena beberapa alasan..

Pertarungan dengan rasa takut pun di mulai.
25 juni 2014 @superindo..
Saat tes Hb darah, saya di nyatakan lolos. 12,8. Nyaris pada grade minimal kriteria yang 12,5. Alhamdulillah.. antara senang, sedih dan takut (ini artinya saya benar-benar akan menjadi pendonor).

~menunggu dengan harap2 cemas~

Mulailah giliran saya untuk diambil darahnya. Konyolnya, saya masih sempat tanya ke ibu perawatnya “bu, gak sakit kan?” hahaa.. jelaslah, sang ibu perawat tidak memiliki alasan lain untuk tidak tertawa. Di lain sisi, karena saya memiliki perasaan yang sensitif dan tidak tegaan,  maka sangat wajar jika kemudian saya memalingkan muka agar tidak pada posisi melihat jarum suntik tersebut dengan tanpa rasa bersalah masuk ke dalam pembuluh vena saya.

Ternyata Cuma sakit sedikit.. hahaa.. #jebret

Hitungan detik selanjutnya, saya telah mulai menikmati setiap aliran darah yang masuk ke dalam kantung 450cc itu. Ya Allah, semoga darah saya bermanfaat. Aamiin. Dan.. taraaa.. tidak lebih dari 20 menit, kantung itu sudah terisi penuh oleh darah saya. Serius? *masih gak percaya* Karena penasaran, saya pegang-pegang itu kantung dan selang darahnya.. ternyata saya tidak sedang bermimpi. hehehe :p #pliiss_deh

Setelah serangkaian prosesi pengambilan darah selesai, duduklah saya dengan perasaan senang dan juga perasaan (masih) gak percaya. Kemudian saya minum untuk mengurangi ketegangan selama prosesi tadi. Selain itu, saya juga berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin energi untuk pulang. Dan tetiba.. saya pingsan *gak k.e.c.e banget*.

Yaah.. dasarnya nenek-nenek. Maklum, the first time, dan saya tidak mempersiapkan diri untuk minum air putih yang banyak sebelum donor darah.

Begitu aja sii.. ini pengalaman mengesankan bagi saya.
Akhirnya, saya bisa donor. Horeeee.. berikan aplause.. plok plok plok.. makasih makasih.

*begini ya rasanya mendobrak ketakutan (sugesti negatif)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar