Selasa, 14 Januari 2014

Cercah





Setiap manusia punya kesempatan yang sama. Kesempatan waktu yang sama banyaknya, 24 jam dalam sehari. Kesempatan untuk memperoleh kebaikan dari siapapun. Juga kesempatan untuk memilih. Mungkin, masih banyak kesempatan yang belum terhitung, yang tentu masih bisa di generalisir untuk seluruh manusia.
Kali ini saya cukup tertarik dengan topik kesempatan. Peluang. Yap.
Manusia punya banyak peluang. Selagi hayat masih di kandung badan. Selagi masih punya sisa usia, manusia tetap memiliki hak untuk memperoleh berbagai kesempatan yang Allah fasilitasi. Terutama kesempatan untuk memperoleh hidayah Nya.

Betapa beruntungnya seseorang yang mampu mendapatkannya. Hidayah bak cahaya yang akan menerangi perjalananya. Tanpanya, perjalanan akan terasa gelap dan menyeramkan. Bayangkan, ketika kita di minta untuk berjalan di hutan lebat dengan sepaket bahaya yang menghadang namun tidak ada lampu penerang yang menemani. Maka, jadilah kita seorang penakut. Yang untuk berjalan selangkah saja masih perlu pikir panjang sebab selalu ada kemungkinan-kemungkinan baik dan buruk yang menghantui. Lalu, hidayah seperti lampu penerang yang membuat perjalanan tampak lebih menenangkan.

Nah, dapat di bayangkan betapa beruntungnya kan?
Ya.. lagi-lagi saya dipersaksikan, seperti sedang di ingatkan kembali. Tentang pelacur yang akhirnya mendapatkan surga, tentang pembunuh yang akhirnya mendapatkan surga, tentang alim ulama yang (sedihnya) mendapatkan siksa neraka, tentang orang-orang muslim yang murtad dari agamanya. Tentang... tentang mereka yang memutuskan berhijab, mereka yang pada akhirnya menjadi muallaf, mereka yang insilah. Aah, betapa hidayah itu mahal harganya. Kenapa mahal? Sebab untuk mendapatkannya saja perlu usaha tertatih-tatih, lalu, kita di minta juga untuk bisa menjaganya. Sayangnya, untuk  urusan jaga-menjaga hidayah bukanlah urusan sepele. Maka, kita diminta untuk tidak tenang setalah mendapatkannya, diminta untuk tidak pongah setelah dibersamainya, diminta untuk terus memperbaharui usaha demi usaha untuk memeliharanya. Sebab, jika kita tak pandai menjaganya, maka saksikan saja, ia akan pergi dan kemudian kembalilah kita menjadi manusia yang malang.

Seperti sebuah film pendek yang diputar berkali-kali. Kita akan lihat betapa kehidupan akan dengan mudah membawa seseorang kedalam sebuah fase. Baik dan buruk. Kuat dan lemah. Saya jadi teringat sesuatu, bahwa manusia memiliki 2 kecenderungan, yaitu kepada kebaikan dan keburukan.

Inilah yang menarik. Kebaikan dan keburukan seperti menjadi sebuah peluang bagi manusia. Sama besarnya, sama banyaknya. Tugas manusia tinggal memilih, pada pilihan mana kecenderungan itu akan di tujukkan. Ini cukup kondisional. Jika kondisi iman sedang fit, maka kecenderungan akan besar sekali pada kebaikan, tapi sebaliknya, jika sedang futur, hati akan dengan mudah goyah dan kembali menyenangi dosa. Mungkin inilah, mengapa hati itu dibuat tidak stabil. Agar manusia berproses. Tidak cepat puas dengan apa yang telah di capainya. Ingat, dengan status apapun kita saat ini, ulama, aktivis dakwah, da’i, pezinah, pendosa, pencuri, kita masih punya kesempatan. Kesempatan untuk mendapatkan hidayah, dan.. ini yang ironis, kesempatan untuk berbalik arah. Allahu ‘alam.

Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbi ‘ala diinik..


Semarang, 140114.
Hayuk berbenah.. tetaplah menjadi pencari hidayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar