Kamis, 13 Desember 2012

Sepiring cinta di pagi hari


Hmm.. this is my first short story of health.. dulu jamannya SMA, seneng banget nulis cerpen, tapi cerpen remaja ^^.. ehh,, pas kuliah hobi ini jadi terbengkalai.. Daann,, sewaktu dosen ngasih tugas bikin cerpen kesehatan,, rada-rada  gak PD karna udah lupa gimana cara memulai bikin cerpen, huhuhu... 
tapi, Alhamdulillah,, legaa juga,, coz hasilnya gak jelek-jelek amat (menurutku, ^^V).
check this out sob,,



------- Sepiring Cinta di Pagi Hari ---------
Lamunanku saat ini, membawa memori  otakku berkelana ke masa-masa yang sangat ku kenal dengan baik. Masa dimana diri ini sedang asyik-asyiknya meniru apa saja yang terlihat dan menarik atau sesuatu yang memang sengaja ditanamkan dalam memori jangka panjangku. Ya, masa kanak-kanak. Masa yang menurutku menyenangkan. Layaknya anak-anak normal, aku menjalaninya dengan apa adanya, seperti tanpa beban kehidupan. Hanya permainan dan bergaul dengan teman-temanlah yang ada di kepalaku. Tapi yang perlu diingat, di masa ini anak-anak masih mudah dipengaruhi dan diarahkan siapapun. Jika salah dalam menanamkan nilai-nilai, maka akan berdampak pada prilaku kita di kemudian hari. Di mana saat itu, sikap dan prilaku yang ditanamkan telah terpatri dan menjadi kebiasaan yang untuk mengubahnya perlu pengorbanan dan perjuangan ekstra.
Sepertinya ayah dan ibu memahami kondisi tersebut. Aku pun yakin, setiap orang tua pasti memahami kondisi tumbuh kembang anak-anaknya. Sehingga mereka telah menyiapkan sekarung konsep nilai-nilai apa saja yang ingin ditanamkan pada buah hati kesayangannya. Ya, mungkin bagi mereka kami ibarat tanah gembur, sehingga benih apapun yang dibenamkan ke dalamnya dapat dipastikan akan tumbuh dengan subur.
Seperti ibuku. Beliau sangat getol sekali dalam hal ini. Terlebih untuk masalah sarapan. Beliau tidak akan membiarkan anak-anaknya berangkat sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu. Terkadang kesal juga mendengar ceramah ibu yang panjang lebar jika aku tidak mau sarapan.
“Uh, kenapa sih, gak sarapan sekali aja dimarahin!!”, terkadang batinku sering mengeluh seperti itu. Dan ketika aku sudah bisa berontak dan membela diri, maka keluar juga kalimat itu dari mulutku. Akhirnya adu mulutpun terjadi.
“Duh, pagi-pagi udah bikin rame. Gak malu apa sama tetangga?!”. Ayah biasanya menengahi dengan ungkapan itu. Tapi, tidak jarang juga beliau berdua bersatu untuk menyerangku (baca : menceramahiku).
Sering ada perasaan iri dengan teman-teman. Kenapa kalau mereka gak sarapan diperbolehkan ibu dan bapaknya??. Malah uang jajan mereka dinaikan dengan harapan uang lebihan itu digunakan untuk membeli makanan di sekolahnya. Enak ya??.
Ibu?
 Ah boro-boro. Yang ada jika aku bersikeras untuk tidak sarapan karena hampir telat misalnya. Bukannya menaikkan uang jajanku, beliau malah lebih memilih mengancam untuk tidak memberi uang jajan.
“Biar sekalian kelaparan!”, tandasnya.
Wah, tega!. Benar-benar tega membiarkan buah hatinya pingsan kelaparan di tempat studinya. Adu mulutpun tak bisa di elakkan. Tapi Karena ancaman yang mengerikan itu, akhirnya aku mengalah dan mengurungkan niat untuk tidak sarapan. Biarlah telat sedikit yang penting uang jajanku selamat.
Hal ini terus berlanjut hingga aku remaja. Prinsip yang ibu pegang itu tak pernah lekang di makan jaman. Sikapnya masih sama. Dan, korban selanjutnya adalah… adik-adikku. Lucu juga. Sekarang giliran mereka yang harus mempersiapkan telinga untuk mendengarkan ceramah-ceramah dari ibu jika memilih tidak sarapan. Aku hanya tersenyum melihat adegan-adegan sama yang telah ku alami dulu.
Kini, aku menyadari betapa ibu sungguh menyayangi diriku dan adik-adikku. Omelan-omelan kecil yang terkadang membuat kami bosan untuk mendengarkan. Ternyata hal itu dilakukan hanya untuk kebaikkan kami. Tidak lebih.
Tahukah teman, alasan kenapa wanita yang sangat ku sayangi ini hampir mewajibkan sarapan untuk anak-anaknya?. Alasannya adalah bahwa sarapan itu sangat penting untuk kebugaran jasmani dan penting untuk mempersiapkan otak agar dapat menerima ilmu-ilmu yang diberikan. Juga untuk mensuplai energi agar dapat bertahan dengan aktivitas seharian meski memang perlu dibantu dengan makan siang juga. Namun sarapan adalah awal dari semuanya.
 Akhirnya apa yang ibu tanamkan kepadaku itu, saat ini telah menjadi kebiasaan. Rasanya ada yang kurang jika tidak melaksanakannya. Karena memang aku telah mendapatkan manfaatnya. Meskipun kadang tidak sarapan karena memang terpaksa. Namun, selalu diusahakan untuk melakukannya.
Ibu memang bukan ahli kesehatan, bukan berasal dari keluarga yang berlatar belakang kesehatan. Pendidikannya pun bukan dari kesehatan. Tapi bagiku, beliau lebih hebat dari dokter atau ahli kesehatan masyarakat. Ketegasan beliau ketika mengajariku dan kesabarannya yang sungguh luar biasa telah menjadikanku seperti sekarang ini. Aku baru menyadari pentingnya penanaman perilaku sehat khususnya dalam keluarga ketika Alloh memberiku kesempatan untuk menimba ilmu di bidang kesehatan. Ibu, meski beliau tak pernah merasakan duduk di bangku kuliah, tapi darinya aku dapatkan berjuta ilmu sebelum aku menjadi seorang pelajar. Jauh sebelum aku mengenal dunia pendidikan.
Aku bangga dan sayang padanya, ingin rasanya menunjukkan perasaan ini kepada ibu. Tapi malu telah menahan semuanya. Kini, aku sedang mencoba melakukan apa yang ibu contohkan dulu. Membantunya untuk mengenalkan konsep perilaku sehat kepada adik-adikku. Ternyata memang tidak mudah, terkadang apa yang kita maksud tidak sampai ke mereka, malah menyebabkan berbagai macam pemberontakkan persis seperti diriku dahulu. Perlu kesabaran ekstra, karena membentuk kebiasaan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Semoga ibu bisa menangkap apa yang ku lakukan ini sebagai bentuk ungkapan sayang dan cintaku padanya. Meski tidak secara langsung. Darinya, aku mengerti bahwa sarapan adalah bentuk sepiring cinta ibu terhadap keluarganya.


Untuk mamah,
Atas ketulusan cintamu kepada kami selama ini,
Entah sampai kapan kami dapat membalas cintamu…

I love u full


Tidak ada komentar:

Posting Komentar